Belakangan, hujan retisalya menjadi topik terhangat.
Yang dibicarakan seluruh penghuni daksa anindya.
Kurasakan pagi mulai tak secerah biasanya.
Sinar mentari tak merekah seperti biasanya.
Kicauan burung tak seriuh bulan lalu.
Lambaian dahan pohon tampak lesu.
Seperti enggan menyapa deru angin sepoi.
Semangatnya pun ancai.
Ditiup oleh hembusan angin pengiring luka.
Berapa waktu yang kulewatkan.
Demi menunggu yang kurindukan.
Hari demi hari, bulan demi bulan.
Menunggu yang dinamakan kepastian.
Ku rindu dia.
Puan pemilik aksa bak indurasmi.
Setiap tuturnya membawa harsa.
Senyumnya selalu buatku candu.
Enggan berlalu, datang melulu.
Merindumu mengingatkanku pada senja.
Senja mempunyai banyak titipan rindu.
Rinduku yang menggelitik kalbu.
Harap cemas segera ingin berujung temu.
Dan sekarang, aku sedang beradu dengan itu, pun belum terbalas temu.
Penantianku akan tetap menggebu.
Seberapa jauhnya kamu.
Akan selalu kutemukan dalam pikiranku.
Untuk yang ter rindu.
Di penghujung malam kita pandai berandai.
Merangkai alur dimasa depan.
Memupuk ribuan harapan.
Kita adalah sama.
berjuang melawan badai topan.
Yang sedang meringkuh bumi kita.
Kita masih harus meniti sabar.
Merendahkan ego demi kebaikan bersama.
Untukmu Puan, yang selalu ku nanti.
Dimanapun kamu berada.
Atma ku menemanimu.
Aku yang selalu menanti kabar bahagia darimu.
Pun akan menarikmu dalam pelukku kala gelabahmu.
Jangan takut kerinduan.
Kita masih bisa saling mengirim doa.
Kita masih dibawah langit yang sama.
yakinlah kita akan segera bersua.
Lekas pulih bumiku.
Yang kucinta.
Yang kurindu.
Jangan pernah menyerah dari segala anca.
Jika nanti waktunya kau telah pulih lagi.
Ku bersemoga kita menjadi mampu.
Dalam melalui segala bersama.
Sampai bumi pun ikut tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar