Apa Kata Dunia?! - Klik Media 9

Breaking

Minggu, 14 Maret 2021

Apa Kata Dunia?!


Klikmedia9.com - Dalam kehidupan orang-orang seringkali mempertanyakan banyak hal dalam hidupnya. Bayangkan saja, hampir setiap kali melihat sesuatu yang belum pernah diketahui sebelumnya, orang (person) pastinya entah apa itu hanya berdecak kagum dalam hati, keheranan, atau entah apa itu namanya, yang jelas orang tersebut terindikasi sedang terlupakan sesuatu di benak pikirannya yang penuh tanda tanya, lalu muncul untaian demi untaian pertanyaan seperti itu namanya apa ya?, atau itu sebenarnya apa sih?, yang kurang lebih mempertanyakan keberadaan sesuatu tersebut dan tentang apa yang sebenarnya menjadi devinisi atau nama yang tepat untuk dilekatkan pada sesuatu tersebut. Kalau dalam bahasanya para filsuf, hal tersebut merupakan sesuatu yang disebut dengan ontology.


Kemudian biasanya juga ketika ada anak kecil yang bertanya pada bundanya, ibunya, mamahnya, mamake, simboke, biyunge, dan dengan sebutan yang lain nya ketika sedang memasak, seperti cara bikin nasi goreng kaya gitu gimana toh bu? atau darimana sih ibu dapat bahan-bahan bakso itu? atau kalau ditambahin tepung roti baksonya tambah enak nggak ya bu?. Nah jenis pertanyaan tersebut merupakan kategori dari kerangka epistemology yang dalam pembahasan filsafat lebih mengarahkan pada pembahasan cara, proses, sebab, akibat, maupun klasifikasi benda.


Adalagi pertanyaan-pertanyaan yang kira-kira bunyinya terus kalau udah tahu, kita harus ngapain? atau njuk iki kudune pie yo? dan semacamnya dan seterusnya, masih dalam keilmuan filsafat, pertanyaan-pertanyaan seputar apa yang harus dilakukan disebut aksiologi.


Jadi gini ya... Broo... Sis... 


Usut punya usut, dulu peralihan dari The Golden Age of Islamic History menuju kejayaan barat diawali dari adanya dinamika panjang ketiga jenis bagian yang barusan dijelasin diatas (ontology, epistemology, dan aksiologi). Kerangka epistemology saat itu benar-benar dioptimalkan oleh orang-orang barat. Jadi berbicara cara, proses, ukuran, dan standar dari sebab akibat yang akan terjadi dari segala sesuatu (berbagai kemungkinan) sudah benar-benar diperhitungkan secara matang dan dikaji lebih dalam oleh orang-orang barat kala itu, ditambah dengan lambannya orang-orang muslim dalam memahami ayat-ayat kauniyah , sedangkan barat melejit dengan cepat memahaminya.


Di sisi lain, pembahasan yang bermula dari petanyaan-pertanyaan ontology lebih menjamur dikalangan muslim saat itu. Imbanya muslim berada di bawah bayang-bayang keredupan, dan barat segera meluncur menuju puncak kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Term kajian keilmuan muslim kemudian lebih banyak membahas kepribadian dalam konteks beribadah, namun sisi lainnya minim pembahasan ibadah sosial , ibadah kolektif dan justru disisi lain barat mulai merambah perubahan besar pada dunia. Hal tersebut berbuntut panjang, terutama kalangan muslim bahkan sampai hari ini. Kemudian yang terjadi kesalehan yang dipandang dari kebaikan pribadi sedangkan kesalehan social atau kolektif terabaikan disisi lain. Barat dianggap kejam karena Iptek-nya, yang padahal semuanya sebenarnya tergantung fail-nya (penggunanya). Tanpa sadar harus memilih, tidak sedikit diantara muslim hari ini lebih sepakat mencukupkan diri menjadi baik daripada bermanfaat, meskipun itu tidak semuanya. Padahal menjadi baik saja itu tidak cukup, namun perlu berperan, member pengaruh besar, dan bermanfaat bagi sesamanya.


Kembali pada redupnya The Golden Age of Islamic History, efek minimnya pembahasan epistemology bagi kebanyakan muslim menambah rentetan panjang daftar catatan kerisauan. Bayangkan saja, membahas definisi saja menjadi berbelit-belit yang memerlukan dan menyita banyak waktu. Itu baru dari definisi, belum lagi banyak perbedaan pandangan pada definisinya, mungkin saja menjadi tambah berbelit-belit pada pembahasan ada dan tiada atau benar dan salah.


Dunia sudah berjalan sebegitu cepatnya, banyak orang diantara muslim hari ini bingung kemudian dalam menentukan cara hidup, solusi menyelesaikan problematika hidup, sampai gagap menanggapi efek samping peristiwa ini-itu dalam hidup. Hal tersebut seakan menjadi ketidak sadaran yang wajar, karena baru berbelit-belit pada perkara ontology saja, namun belum merambah sampai pada epistemology.


Kalau ada orang, punya cita-cita besar, dan yang ada dalam pikirannya aku harus berhasil meraihnya, itu clue yang pertama. Kalau toh dia tidak tahu sebenarnya cita-citanya itu apa secara esensial, apalagi cara mengerjakannya..?, pun sama halnya secara substansial dia tidak tahu apa itu cita-citanya. Jadi kira-kira cuma jalanin hidup, kejar cita-cita besar, apapun itu, meskipun nggak jelas, pokoknya.. raih saja. Kemudian kalau sudah dapat, ternyata proses teknis nggak selesai, minim esensi, substansi, tapi pokoknya selesai. Ontology berbelit-belit, epistemology nggak selesai, kok pinginnya keburu-buru main ke aksiologi, pertanyaannya bingung nggak jalanin hidup model gituan??  Masih untung kalau orang gituan cuma satu, kalau beranak pinak jadi ribuan gimana coba???  


APA KATA DUNIA???



M. Ibram Syah (Kontributor) 

Kader PMII Komisariat An-Nawawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar