DARI SEBUAH PENGAMATAN PANJANG - Klik Media 9

Breaking

Selasa, 18 Mei 2021

DARI SEBUAH PENGAMATAN PANJANG

Source Image: shutterstock



Klikmedia9.com -
Saat seseorang di satu titik, pada suatu waktu tertentu, kemudian saat seseorang tersebut dalam penyelaman dirinya yang paling jauh mendalam, seseorang tersebut merasa bahwa dirinya sedang mengalami sebuah gejolak yang teramat rumit dalam benak lubuk hati yang paling dalam, sulit diungkapkan dan sulit dijelaskan. Kemudian setelah seseorang tersebut diving (menyelam) di kedalaman dirinya yang rumit, yang paling mendalam, dia antarkan lagi dirinya menuju permukaan setelah suatu hal ditemukannya disana, dan sesampainya dipermukaan kesadarannya, seseorang tersebut pun tahu dan sadar betul bahwa dalam dirinya sedang bergejolak sesuatu yang kerap disebut dengan kasmaran, yang apapun definisinya, rasanya bahwa “kebahagiaan yang berlebih terhadap seseorang” adalah penjelasan yang cukup sederhana dan dapat dicerna dengan mudahnya. Tangannya bergerak putarkan lagu cinta tentang sebuah kesadaran akan kejujuran. 


Dan kemudian sungguh terimakasih karena sudah berbaik sangka atas pemaparan di atas, berbaik sangka dan menyangka tanpa kesepenuhan bahwa kita akan membahas percintaan muda mudi millenial, ketertarikan terhadap lawan jenis, berbagi rasa untuk sementara, dan apapun itu yang lainnya, namun mohon maaf sekali, yang kita harapkan adalah membedah dan memahami bersama, seberapa pentingnya kita jujur terhadap diri kita sendiri, untuk orang lain. 


Jadi begini, saat kita belajar, dimanapun itu tempatnya (tanpa mengabsolutkan bahwa belajar hanya di sekolah atau di instansi bergedung saja) di satu titik, dimana ada ajakan untuk kita melakukan suatu hal, yang mana belum sama sekali kita pernah mencobanya, dan kita secara reaksioner mengatakan bahwa… "ah, itu teramat sulit dan sungguh teramat tidak mampu melakukannya."


Kira-kira apa tanggapan orang-orang di halayak luas disana?, besar kemungkinan banyak diantara mereka menjawab "karena memang tidak mampu kenapa tidak kita akui saja ketidakmampuannya..?, "


ya, disitu bisa kita katakan bahwa perkataan dengan narasi italic tersebut menunjukan bahwa ada nuansa kejujuran disana, karena mengakui ketidakmampuannya, begitu bukan. Kira-kira juga, sangat tidak menutup kemungkinan ada beberapa diantara mereka orang di halayak ramai mengatakan… "kenapa tidak dicoba saja? Dari mana dan sejak kapan kita mengatakan tidak mampu, sedang usahapun belum kita lakukan.” 


Namun begini, kalau bisa melakukannya, dan kita hanya berujar dalam batin kita bahwa kita bisa, namun tak pernah ada sedikitpun langkah untuk belajar melakukannya, apakah sekerdil itu arti jujur, arti sebuah kejujuran..?. Kalau seandainya kita mengatakan ketidakmampuan kita, dan memang benar kita tidak sama sekali sedikitpun mampu melakukannya, baguslah itu satu poin kejujuran, tapi kenapa kita hanya diam saja saat kita sadar bahwa kita tidak mampu, mengapa tidak terbesit sedikitpun di benak kita untuk mengubah diri kita yang tadinya sama sekali merasa tidak mampu malakukan menjadi paling tidak yang mau belajar menuju menjadi pribadi yang mampu melakukan, nah apakah sekerdil itu arti sebuah kejujuran, arti dari sebuah sikap yang jujur..?. 


Silahkan saja kita validitas ulang, bahwa sebenarnya yang paling jujur terhadap diri kita, yang paling mampu memahami sisi-sisi kejujuran diri kita, seberanya siapa..? siapakah dia..?. kalau kita menjawab bahwa yang paling jujur terhadap diri kita adalah kedua orang tua kita, apakah benar seperti itu..? namun nyatanya tak setiap waktu mereka membersamai kita. Apakah kita akan menjawab bahwa yang paling mengetahui kejujuran diri kita adalah teman kita, sahabat, atau rekan kerja, atau bahkan pacar (bagi yang memiliki, yang belum memiliki silahkan carilah..) kita, apakah mereka pernah menjadi diri kita secara penuh, secara sadar, pernahkah..?, dan jawabannya sama sekali tidak pernah. Maka lepas dari benar dan salah, yang paling tepat dan yang paling mengetahui kejujuran kita adalah diri kita sendiri. 


Pertanyaannya sekarang, bahwa mengapa harus ada orang lain yang terlebih dahulu harus menyadarkan kita atas ketidak jujuran kita terhadap diri kita sendiri..? kenapa..?. kenapa harus orang lain yang mengetahui kebohongan diri kita terhadap diri kita sendiri..? apa seburuk itu analisa kita atas kesadaran sisi kehidupan kita, hingga harus ada orang lain yang mengingatkan ketidak jujuran kita atas diri kita sendiri..? begitukah..?. atau ketidak jujuran kita bahkan menjadikan kita tidak bisa menjadi manusia yang merdeka, menjadi orang yang mandiri..?. Refleksi kecil dari sebuah pertanyaan seseorang terhadap rekan kerjanya, “hari ini saya akan pergi ke warung makan, saya  harus makan apa ya..?”


 Setidak mandiri itukah hidup..? hingga menentukan sesuatu untuk diri sendiri saja harus ditanyakan pada pihak eksternal di luar dirinya. Refleksi yang lain, yang terdengar dari sebuah percakapan kecil pemimpin di salah satu instansi dalam konteks pribadinya.


“Saat instansi yang lain sudah memiliki pencapaian yang melangit, aku ingin melakukannya juga agar orang-orang kita tak kalah ketinggalan tenarnya”.


sebegitu tak merdeka nyakah dia?, melakukan sesuatu hanya karna mengikuti arus perubahan yang lain. 


Saat kita tak pernah lagi memiliki pemikiran kecil, untuk sekedar menanyakan kekurangan kita, ketidak jujuran kita, pada diri kita sendiri, lantas kendali yang mana yang sebenarnya hidup dalam benak kita..?. saat kita tak pernah mengandalkan diri kita sendiri untuk kita pula, saat kita hanya bermotifkan mengekor tanpa mengiktikadkan diri dalam melakukan sebuah tindakan, lantas seberapa merdeka dan mandirikah diri kita atas diri kita sendiri ?. 


Kesadaran penuh dalam hidup adalah bagaimana kita mau menelanjangi kekurangan kita tanpa harus ditelanjangi oleh orang lain, dan memberi lebih banyak untuk orang lain tanpa harus ada pencuri sebagai orang di lain pihak yang mengubah kekayaan kita menjadi kemelaratan.


Oleh: M. Ibram Syah (Kontributor) 

PMII Komisariat An-Nawawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar