Resum Diskusi Suluk Abdul Jalil Jilid I
BAB II : Anak Yatim Piatu
San Ali, nama yang akrab disebutkan pada masa kecil dari Syaikh Abdul Jalil. Saat usianya terhitung 5 tahun, ia menempuh pendidikan di Padepokan Giri Amparan Jati. Dalam buku ini dijelaskan saat usianya yang terhitung masih kecil, ia dikenal sebagai salah satu murid yang kritis dan unggul dari murid yang lain. Selama hidup di padepokan, rasa prihatin terus tertanam kedalam dirinya, ia melakukan kegiatan seperti mengisi air, mencari kayu bakar, dan bersih-bersih di area padepokan.
Kehidupan yang ia lakukan selama di padepokan sangat baik untuk dicontoh karena ketika ada waktu luang, ia banyak menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan ke daerah sekitar Giri Amparan Jati. Selama ia hidup di padepokan dan sering berjalan menemui masyarakat diluar, ia menangkap banyak sekali jenis ragam dari kehidupan di dunia ini, mulai dari dirinya sendiri, orang-orang sekitar, pepohonan, binatang bahkan matahari, bulan dan bintang. Ia yang selalu merenungi kehidupan yang tergelar di jagad raya ini, akhirnya ditanya kepada Guru Agungnya yaitu Syaikh Datuk Kahfi, ia bertanya banyak kepada gurunya tentang kehidupan ini, namun ketika gurunya menjawab, seolah jawaban itu tiada memberi kepuasan kepadanya, dan akhirnya teruslah ia menggali informasi yang ia kehendaki.
Suatu ketika ia merenungi penjelasan gurunya tentang Surga dan Neraka, Surga yang indah hanya diperuntukkan kepada orang-orang yang beriman dan Neraka diperuntukkan kepada orang-orang yang berbuat dosa di dunia. Dalam perenungannya itu, ia menguraikan kenapa demikian (Surga:orang beriman dan Neraka:orang berdosa), padahal kehidupan dibumi bagi pendosa dan orang beriman hanya di dunia, dan di akhirat sana kenapa harus dipilih yang baik dan yang jelek, padahal kehidupannya sama saja ketika di dunia.
Dan suatu ketika, saat ia berjalan dan bertemu seorang Brahmin yang sedang melakukan pemujaan kepada Dewanya dengan membuat sesaji untuk-Nya (Dewa), ia berfikir apakah sang Dewa akan memakan sesaji tersebut?. Lantas bagaimana dengan umat muslim yang melakukan ibadah kurban, apakah Allah akan mengambil darah dan daging dari hewan kurban tersebut?
Banyak sekali yang ia renungkan dalam kehidupan di dunia ini, hasrat ingin mencari tahu terus tertanam dijiwanya untuk bergerak mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi atau yang sedang digelar oleh Sang Maha Kuasa.
San Ali adalah nama yang diberikan ayahanda angkatnya yang bernama Ki Danusela, seorang Kuwu dari Caruban. Nama itu diberikan kepadanya karena suatu malam beberapa bulan sebelum San Ali lahir, Ki Danusela seringkali bermimpi bertemu Sembilan Kumbang Hitam yang datang memancarkan cairan penghilang wabah terhadap tanaman, lantas banyak orang bersorak sorai bahagia melihatnya. Dan ketika San Ali lahir, ia diberi nama San Ali yang berarti Sembilan Kumbang Hitam, dengan maksud semoga kelak San Ali menjadi penerang bagi kehidupan di dunia seperti Sembilan Kumbang Hitam dalam mimpi Ki Danusela. Ayahanda asli San Ali adalah Ki Datuk Soleh, seorang ulama dari Malaka, dan Ibundanya dari keturunan Melayu. Singkat cerita, setelah San Ali lahir, kedua orang tua kandungnya terkena Pageblug (Penyakit) dan akhirnya meninggal dunia dan San Ali diasuh oleh Ki Danusela, dan ia hidup sebagai manusia Yatim Piatu tanpa Ayah dan Ibu Kandung.
Saat beranjak dewasa, ketika usianya 19 tahun ia terus menerus merenungi kejadian-kejadian di dunia ini. Ia menguraikan penjelasan gurunya bahwa Aku pribadi sesungguhnya adalah Aku Semesta, yang berarti seorang manusia mutlaknya adalah milik Sang Penciptanya, begitu juga dengan yang ada di dunia ini selayaknya memiliki Aku Pribadi. Maksudnya Aku Pribadi harus menempuh jalan panjang untuk menemukan Aku Semesta, Aku Pribadi adalah Aku dari seorang manusia dan Aku Semesta adalah Allah SWT.
Ia menangkap bahwa sesuatu apapun pasti akan kembali kepada pemiliknya (Aku Semesta), seperti halnya yang ia pikirkan bahwa Bintang akan kembali terlihat ketika malam dan Matahari akan kembali terlihat ketika siang hari, mereka tak pernah bertemu karena memiliki jalan sendiri-sendiri untuk kembali kepada-Nya.
Kisah dalam buku ini akan dilanjutkan pada pembahasan selanjutnya, ikuti terus diskusi ini untuk mencari pengetahuan dan pengalaman baru.
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik pembahasan untuk Kader-Kader PMII bahwa ada hal yang harus diteladani dari kisah San Ali, diantaranya:
1. Nilai Kritis terhadap ilmu pengetahuan,
2. Haus akan pengetahuan,
3. Semangat juang menempuh pendidikan,
4. Tidak menyiakan waktu senggangnya.
Oleh : Lutfi F. (Kontributor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar