Menilik Sejarah Di balik Hari Kesaktian Pancasila - Klik Media 9

Breaking

Jumat, 01 Oktober 2021

Menilik Sejarah Di balik Hari Kesaktian Pancasila

Tugu Pahlawan Revolusi di Komplek Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur


 Setiap tanggal 1 Oktober Indonesia menggelar upacara Kesaktian Pancasila. Peringatan 1 Oktober ini digunakan sebagai momen untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan revolusi yang telah gugur.


Penetapan tanggal 1 Oktober sebagai hari Kesaktian Pancasila adalah terkait dengan Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI. Pada tahun 1965 itu berlangsung, dengan membabi buta PKI membunuh Enam jenderal dan satu letnan TNI AD dengan sangat keji.


Lantas, mengapa 1 Oktober bisa dikukuhkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila? Apa kaitannya dengan G30S/PKI?


Berikut sejarah singkat dan latar belakang Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober.


Dikutip dari kemdikbud.go.id pada 1 Oktober 1965 terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap enam jenderal senior.


Beberapa orang lainnya dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana atau cakrabirawa yang dianggap loyal kepada PKI.


Enam jenderal senior yang menjadi korban merupakan enam pejabat tinggi Angkatan Darat yaitu:


1. Letjen TNI Ahmad Yani

Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi


2. Mayjen TNI Raden Suprapto

Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi


3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo

Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan


4. Mayjen TNI Siswondo Parman

Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen


5. Brigjen Donald Isaac Panjaitan

Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik


6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo

Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat


Sementara itu, Jenderal TNI yang bernama Abdul Haris Nasution selamat dari pembuhuhan.


Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam peristiwa pembunuhan.


Jenazah enam jenderal dan satu letnan TNI AD ditemukan di sebuah lubang berdiameter 75 sentimeter dan kedalaman 12 meter di Lubang Buaya, Jakarta Timur.


Ketujuh jenazah ditemukan pada 4 Oktober 1965 dengan posisi kepala berada di bawah dan saling bertumpuk.


Selain itu, ada beberapa orang lainnya yang juga menjadi korban yaitu, Bripka karel Satsuit Tubun, Kolonel Katamso Darmokusumo, dan Letkol Sugiyono Mangunwiyoto.


Usai menculik dan membunuh enam jenderal dan satu perwira pertama, pasukan Letkol Untung keesokan paginya berhasil mengambil alih Radio Republik Indonesia (RRI) dan menyebarkan propagandanya.


PKI dapat menguasai dua sarana komunikasi vital pasca peristiwa pembunuhan beberapa perwira TNI AD. Yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan kantor Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan.


PKI menyiarkan pengumuman melalui RRI tentang gerakan 30 September yang ditujukan untuk para perwira tinggi anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah.


Akan tetapi, perampasan itu hanya terjadi selama kurang dari satu hari, lantaran Kostrad mampu merebut kembali RRI. Selanjutnya, jenazah Ahmad Yani, beserta enam orang lainnya diketemukan di Lubang Buaya.


Selain itu, diumumkan juga terbentuknya Dewan Revolusi yang diketuai letkol Untung Sutopo. 6 Oktober Soekarno mengimbau rakyat untuk menciptakan persatuan nasional, yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dengan para korbannya, dan penghentian kekerasan.


Biro Politik Komite Sentral PKI menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung pemimpin revolusi Indonesia dan tidak melawan angkatan bersenjata.


16 Oktober 1965, Soekarno melantik Mayjen Soeharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. 11 Maret 1966, Soekarno memberi Soeharto kekuasaan tak terbatas melalui surat perintah Sebelas Maret.


Soekarno memerintahkan Soeharto untuk mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan ketenangan dan melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan ini pertama kali digunakan oleh Soeharto untuk melarang PKI.


Selama lima hari, pemberontakan berhasil diredam. Di bawah perintah Mayjen Soeharto, sisa-sisa pemberontak diburu ke seluruh penjuru, termasuk Aidit yang diduga otak Gerakan 30 September atau disingkat G30S.


Soekarno dipertahankan sebagai Presiden Tituler Dikattur Militer sampai Maret 1967.


Itulah sejarah singkat mengapa 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September dan 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.


Pada masa pemerintahan Soeharto, film mengenai kejadian G30S ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia.


Selain itu, dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dengan dilanjutkan tabur bunga di makan para pahlawan revolusi di TMP Kalibata.


Source: dari berbagai sumber

Oleh: Lina Setiani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar