Isra Mi'raj adalah dua perjalanan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam satu malam. Acara ini merupakan salah satu acara terpenting bagi umat Islam. Karena dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk shalat lima waktu siang dan malam.
Source: Pixabay
Isra Mi'raj terjadi
pada periode terakhir Nabi di Mekkah sebelum Nabi
SAW hijrah ke
Madinah. Menurut Al-Maudud dan
kebanyakan
ulama, Isra Mi'raj
terjadi pada tahun
pertama sebelum Hijrah, yaitu. 620-621
M Menurut Al-Allamah
al-Manshurfur,
Isra Mi'raj terjadi
pada malam tanggal 27
Rajab tahun ke-10
Nabi dan ini
populer.
Namun, Syaikh Syafiyurrahman
al-Mubarakfuri menolak pernyataan tersebut dengan alasan
Khadijara meninggal di bulan Ramadhan
tahun ke-10 Nabi, yaitu
dua bulan setelah bulan
Rajab. Dan saat
itu tidak ada paksaan untuk sholat lima
waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan enam pendapat tentang
waktu Isra Mi'raj.
Tapi tidak ada yang pasti. Oleh
karena itu, tidak diketahui secara
pasti kapan Isra Mi'raj terjadi.
Isra' Mi'raj adalah perjalanan
suci dan bukan sekadar "wisata"
biasa bagi Nabi. Peristiwa
ini menjadi perjalanan
sejarah dan titik balik kebangkitan
dakwah Nabi Muhammad.
John Renerd dalam
"In the footprints
of Muhammad:
Memahami pengalaman Islam' sebagaimana pernah dikutip oleh Azyumardi
Azra mengatakan bahwa Isra
Mi'raj merupakan salah satu dari
tiga perjalanan terpenting
dalam riwayat hidup Rasulullah
SAW, setelah perjalanan Hijrah dan
Haji Wada. Menurutnya, Isra
Mi'raj benar-benar sebuah perjalanan heroik
untuk mencari kesempurnaan dunia spiritual.
Jika hijrah dari
Mekkah ke Madinah pada tahun 662 M merupakan awal sejarah
Islam atau perjalanan Haji
Wada yang menandai
kekuasaan Islam atas kota suci Mekkah, maka Isra Mi'raj adalah puncaknya. perjalanan hamba (al-abd)
menuju pencipta (al-Khalik).
Isra Mi'raj adalah
perjalanan menuju kesempurnaan
spiritual (Insan Kamil). Jadi perjalanan ini, menurut para
sufi, adalah perjalanan
yang dimulai dari bumi yang paling rendah
sampai ke langit yang tinggi.
Ini adalah perjalanan yang didambakan oleh setiap praktisi tasawuf. menurut Dr Jalaluddin Rakhmat adalah salah satu momen terpenting Isra Mi'raj ketika Nabi SAW Allah 'bertemu' SWT. Saat itu Rasulullah dengan penuh hormat mengucapkan: “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala kehormatan, kemuliaan dan keagungan hanya milik Tuhan”. Allah SWT pun berfirman: “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.
Selain itu, Seyyed
Hossein Nasr mengungkapkan dalam
buku Muhammad Kekasih Allah (1993)
bahwa pengalaman spiritual Nabi SAW selama Mi'raj mencerminkan sifat spiritual
dari sholat harian yang dilakukan oleh umat
Islam. Dalam arti
tertentu, shalat adalah mi'rajnya
orang-orang beriman. Jadi kalau kita tarik benang merahnya, perjalanan Nabi SAW
itu ada beberapa episode. Peristiwa
Isra Mi'raj terbagi
menjadi dua peristiwa yang berbeda. Di
Israel, Allah SWT “memindahkan” Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsa. Kemudian pada Mi'raj
Nabi Muhammad SAW
diangkat ke surga
ke Sidratul Muntaha, tempat yang
paling tinggi. Di sini
Nabi menerima perintah langsung
dari Allah SWT
untuk menunaikan shalat lima
waktu.
Ada beberapa pertanyaan
seputar peristiwa Isra' Mi'raj.
Salah satunya, dalam hal ini mengapa
Nabi diutus ke Masjidil Aqsa? Mengapa Anda tidak langsung pergi ke surga? Setidaknya ada hikmahnya.
Pertama, bahwa nabi Muhammad adalah
satu-satunya nabi dari kelompok Ibrahim
Amerika yang berasal dari Amerika dari Ismail, sedangkan nabi-nabi lain dari
kelompok Ishaq berasal dari Amerika. Ajaran lainnya adalah bahwa
nabi Muhammad berdakwah di
Mekkah sedangkan nabi lainnya
berdakwah di seluruh Palestina.
Jika dibiarkan, orang lain akan menuduh Muhammad SAW
yang tidak ada
sangkut pautnya dengan “kelompok”
Ibrahim dan merupakan
sempalan. Bagi kami umat Islam, kami tidak melihat
orang ini menurut
asalnya, tetapi menurut ajarannya.
Kedua, Allah ingin
menunjukkan
kepada Nabi SAW beberapa tanda kebesaran-Nya. Dalam Al-Qur'an An
Najm ayat 12 terdapat
kata dalam bahasa
Arab "Yaro" yang berarti "kesaksian langsung".
Berbeda dengan kata
“Syahida” yang berarti “melahirkan tetapi tidak”.
Penulis: Ihsan Faisal (Kemenag RI)
Editor : Takiya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar