Meskipun gugatan hukum terkait tuduhan ini telah ditolak, serta klarifikasi resmi dari pihak UGM sudah disampaikan — yang menegaskan keaslian ijazah Jokowi — isu ini belum juga mereda. Ratusan massa yang tergabung dalam Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) bahkan mendatangi Fakultas Kehutanan UGM pada 15 April 2025, menuntut bukti fisik ijazah asli Jokowi agar ditunjukkan secara transparan.
Dalam audiensi tersebut, perwakilan massa meminta agar ijazah asli ditunjukkan secara langsung, karena mereka merasa klarifikasi dari UGM saja belum cukup untuk menghilangkan keraguan. UGM sendiri menegaskan bahwa mereka memiliki catatan akademik lengkap yang membuktikan Jokowi benar-benar lulus pada tahun 1985. Pihak kampus juga menyayangkan tuduhan yang dianggap menyesatkan dan tanpa dasar kuat, serta membantah tudingan bahwa mereka berusaha melindungi Jokowi secara tidak sah.
Jokowi, melalui keterangan yang dikutip dari jpnn.com, menyatakan bahwa ia mempertimbangkan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Baginya, polemik ini bukan hanya mempertanyakan keaslian ijazah, melainkan juga berkaitan dengan pencemaran nama baik, sehingga ia berpikir untuk mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang menuduhnya.
Namun secara intelektual, banyak pihak berpendapat bahwa persoalan ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan lebih sederhana. Sebagai mantan Presiden yang sudah dua periode dipilih rakyat, Jokowi dinilai cukup dengan menunjukkan langsung ijazah aslinya kepada publik, menyatakan keasliannya, dan menutup kontroversi ini.
Menariknya, dilaporkan oleh nasional.sindonews.com, "pada tahun 2025 Jokowi sempat menunjukkan ijazahnya kepada para wartawan. Sayangnya, ia melarang ijazah tersebut untuk difoto atau didokumentasikan. Larangan ini justru menambah kecurigaan publik terhadap keaslian dokumen tersebut. Pertanyaan pun muncul, mengapa ijazah itu tidak boleh difoto atau didokumentasikan? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan?"
Pada akhirnya, kontroversi ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat: Mengapa keaslian sebuah ijazah, yang seharusnya mudah dibuktikan, menjadi begitu rumit untuk diverifikasi secara terbuka? Publik pun masih menunggu jawaban yang lebih meyakinkan.
Persoalan keaslian ijazah Jokowi menjadi cerminan penting betapa transparansi dokumen publik, apalagi milik tokoh nasional, sangat berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat. Klarifikasi sepihak tanpa bukti fisik yang terbuka hanya akan memperpanjang kecurigaan dan menciptakan ketidakpercayaan baru di tengah publik.
Sebagai sosok yang pernah dipercaya dua periode memimpin Indonesia, semestinya penyelesaian persoalan ini dapat dilakukan secara sederhana dan terbuka, sehingga tidak meninggalkan ruang bagi spekulasi dan fitnah. Kini, semua mata tertuju pada langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Apakah akan diakhiri dengan pembuktian nyata, atau justru berlanjut menjadi polemik berkepanjangan.
Publik berhak mengetahui kebenaran, dan kebenaran sejatinya tidak perlu ditutup-tutupi.
Penulis : Catur Apriyanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar